KTI GEOGRAFI tentang DAMPAK PENANGKAPAN IKAN YANG TIDAK RAMAH LINGKUNGAN / MAKALAH GEOGRAFI / KELAS XII SMA IPS
MAKALAH
DISUSUN
OLEH:
KHALIDZA EVITA DZIA
11291
XI IPS-1
SMAN-1 MUARA TEWEH
TAHUN 2016
Kata Pengantar
Puji dan
syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat
dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan Makalah tentang Dampak Penangkapan Ikan Yang Tidak Ramah Lingkungan ini dengan
baik. Saya menyadari dengan keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan referensi
yang saya dapatkan, Makalah ini masih banyak kekurangan dan tidak sempurna.
Oleh
karenanya, jika terdapat kesalahan maupun kekurangan dalam isi Makalah ini,
saya meminta maaf dan memohon kritik dan sarannya yang bersifat membangun untuk
pembuatan Makalah yang lebih baik lagi nantinya. Dan saya juga berharap semoga
apa yang menjadi informasi didalam Makalah ini tidak hanya dapat berguna bagi
saya tapi juga untuk kita semua yang membacanya.
Muara
Teweh, 10 Februari 2016
Penulis
Khalidza
Evita Dzia
Daftar Gambar
Gambar 1.1 : Penangkapan ikan menggunakan bahan peledak................... 8
Gambar 1.2 : Contoh Ledakan diatas permukaan Laut................................ 9
Gambar 1.3 : Macam-macam jenis peledak yang digunakan
Nelayan......... 10
Gambar 1.4 : Peledakan ikan di daerah terumbu karang.............................. 11
Gambar 1.5 : Peledakan ikan di daerah sungai............................................. 11
Gambar 2.1 : Penangkapan Ikan menggunakan Bahan kimia
atau Bius...... 13
Gambar 2.2 : Bius ikan menggunakan minyak Cengkeh.............................. 14
Gambar 2.3 : Bius ikan menggunakan cairan Sianida................................... 14
Gambar 3.1 : Penangkapan Ikan menggunakan Trawl.................................. 16
Gambar 3.2 : Trawl menggunakan Kapal besar............................................. 17
Gambar 3.3 : Contoh banyaknya hasil tangkapan menggunakan
Trawl........ 18
Gambar 4.1 : Penangkapan Ikan menggunakan Trap.................................... 19
Gambar 4.2 : Contoh Trap didalam laut........................................................ 20
Gambar 5.1 : Alat tangkap ikan berupa Jaring Lingkar................................. 25
Gambar 5.2 : Alat tangkap ikan berupa Penggaruk....................................... 26
Gambar 5.3 : Alat tangkap ikan berupa Jaring Angkat.................................. 27
Gambar 5.4 : Alat tangkap ikan berupa Jala.................................................. 28
Gambar 5.5 : Alat tangkap ikan berupa Pancingan........................................ 29
Gambar 5.6 : Alat tangkap ikan berupa Tombak........................................... 30
Daftar Isi
HALAMAN................................................................................................. i
KATA PENGANTAR................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................ v
BAB I : PENDAHULUAN......................................................................... 1
A.
Latar Belakang................................................................................. 1
B.
Tujuan.............................................................................................. 3
C.
Manfaat............................................................................................ 3
D.
Rumusan Masalah............................................................................ 4
E.
Metode Penulisan............................................................................. 4
F.
Ruang Lingkup................................................................................. 4
BAB II : KAJIAN TEORITIS..................................................................... 5
A.
Pengertian Lingkungan..................................................................... 5
B.
Kerusakan Lingkungan..................................................................... 6
C.
Penangkapan ikan yang merusak...................................................... 7
D.
Bentuk-bentuk Penangkapan Ikan yang
salah.................................. 8
1.
Penggunaan Bahan Peledak (Bom)............................................ 8
2.
Pembiusan menggunakan Bahan Kimia..................................... 13
3.
Penggunaan Alat tangkap Pukat Harimau
(Trawl)..................... 16
4.
Penggunaan Alat tangkap Bubu (Trap)...................................... 19
E.
Penyebab dan Dampak Penangkapan yang
merusak Lingkungan... 22
a.
Penyebab Penangkapan yang merusak
Lingkungan.................. 22
b.
Dampak Penangkapan yang merusak
Lingkungan.................... 22
F.
Penangkapan Ikan yang Baik dan Ramah
Lingkungan................... 23
1.
Jaring Lingkar............................................................................ 25
2.
Penggaruk................................................................................. 26
3.
Jaring Angkat............................................................................ 27
4.
Jala............................................................................................. 28
5.
Pancingan.................................................................................. 29
6.
Tombak..................................................................................... 30
G.
Cara Menanggulangi dan
Meminimalisasi Penangkapan ikan
yang merusak dan tidak ramah
lingkungan.................................... 31
a.
Cara menanggulangi Masalah
penangkapan ikan
Yang merusak lingkungan......................................................... 34
b.
Cara meminimalisasi penangkapan ikan
yang merusak lingkungan.......................................................... 36
BAB III : PENUTUP.................................................................................. 38
A.
Kesimpulan...................................................................................... 38
B.
Saran................................................................................................ 40
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 41
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan panjang garis
pantai lebih dari 95.000 km dan juga memiliki lebih dari 17.504 pulau. Keadaan
tersebut menjadikan Indonesia termasuk kedalam Negara yang memiliki kekayaan sumberdaya
perairan yang tinggi dengan sumberdaya hayati perairan yang sangat
beranekaragam.
Keanekaragaman
sumberdaya perairan Indonesia meliputi sumberdaya ikan maupun sumberdaya
terumbu karang. Terumbu karang yang dimiliki Indonesia luasnya sekitar 7000 km2
dan memiliki lebih dari 480 jenis karang yang telah berhasil dideskripsikan.
Luasnya daerah karang yang ada menjadikan Indonesia sebagai Negara yang
memiliki keanekaragaman ikan yang tinggi khususnya ikan-ikan karang yaitu lebih
dari 1.650 jenis spesie ikan.
Oleh karena itu, begitu banyak para nelayan di Indonesia
berlomba-lomba untuk terus dapat menangkap ikan sebanyak-banyaknya. Namun tak
sedikit dari mereka, mulai menggunakan cara yang licik dan dapat merusak
lingkungan.
Menurut Dahuri (2005), salah satu faktor penyebab deplasi
sumberdaya perikanan laut adalah kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan
alat tangkap yang sifatnya destruktif. Penggunaan alat tangkap yang tidak ramah
lingkungan ini pada dasarnya merupakan kegiatan penangkapan ikan yang tidak
ilegal. Penggunaan bom, racun, pukat harimau, dan alat tangkap lainnya yang
tidak seletif, menyebabkan terancamnya kelestarian sumberdaya hayati laut,
akibat kerusakan habitat biota laut dan kematian sumberdaya ikan.
Kegiatan penangkapan yang dilakukan nelayan
seperti menggunakan bahan peledak, bahan beracun dan menggunakan alat
tangkap trawl, bertentangan dengan kode etik penangkapan. Kegiatan ini umumnya
bersifat merugikan bagi sumberdaya perairan yang ada. Kegiatan ini semata-mata
hanya akan memberikan dampak yang kurang baik bagi ekosistem perairan, akan
tetapi memberikan keuntungan yang besar bagi nelayan.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas tentang
Penangkapan ikan yang salah ini dan menjadikannya sebagai bahan dalam pembuatan
Makalah Geografi yang bertemakan Lingkungan Hidup.
B.
Tujuan
Tujuan dari pembuatan Makalah ini adalah sebagai berikut:
a.
Tujuan Umum
Tujuan umum dalam pembuatan Makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk memenuhi
tugas yang diberikan.
2.
Untuk lebih
mengenal Lingkungan Hidup dan Kerusakan apa saja yang terjadi.
b.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam pembuatan Makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui
lebih jauh tentang Kerusakan lingkungan di Perairan yang disebabkan oleh penangkapan
ikan yang salah.
2.
Untuk mengetahui
perbedaan antara Penangkapan Ikan yang Tidak ramah lingkungan dan yang ramah
lingkungan.
C.
Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari Makalah ini adalah agar
dapat terciptanya sistem penangkapan ikan yang baik tanpa merusak ekosistem
perairan dan makhluk hidup disekitarnya. Dan dapat mengubah pola pikir nelayan
dan warga setempat yang hanya menginginkan keuntungan yang besar tapi tidak
memikirkan dampak yang disebabkan dari tindakan yang merusak ekosistem perairan
itu. Sehingga pada akhirnya perairan dapat terjaga dan hasil tangkapan nelayan
dapat lebih melimpah.
D.
Rumusan Masalah
Adapaun rumusan masalah makalah ini adalah:
1.
Apa pengertian
dari Penangkapan Ikan yang merusak (Desctructive
fishing)?
2.
Apa bentuk-bentuk
dari Penangkapan Ikan yang merusak?
3.
Apa saja penyebab
dan dampak dari Penangkapan Ikan yang merusak?
4.
Apa bentuk
Penangkapan Ikan yang Baik dan Ramah Lingkungan?
5.
Bagaimana saja
cara untuk menanggulangi dan memininalisasi Penangkapan Ikan tidak Ramah
Lingkungan?
E.
Metode Penulisan
Makalah ini ditulis dengan cara mengumpulkan dan mengolah
data yang didapat dari berbagai sumber baik dari buku yang didapat maupun dengan
bantuan Internet.
F.
Ruang Lingkup
Untuk mengantisipasi penyebaran pembahasan, maka saya
membatasi Makalah ini hanya membahas tentang pengertian, bentuk, penyebab,
dampak dan bagaimana cara menanggulanginya dan meminimalisasi penangkapan ikan
yang tidak ramah lingkungan. Makalah ini juga membahas tentang bagaimana cara
yang baik untuk menangkap ikan sehingga habitat di Perairan tidak rusak.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A.
Pengertian Lingkungan Hidup
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 1997, Lingkungan Hidup adalah
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk
manusia dan perilakunya, yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Sedangkan menurut Emil Salim, “Lingkungan hidup diartikan
sebagai benda, kondisi, keadaan, dan pengaruh yang terdapat dalam ruang yang
kita tempat dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia”.
Berdasarkan pengertian Lingkungan Hidup menurut beberapa
sumber diatas dapat saya simpulkan bahwa Lingkungan hidup merupakan sebuah
ruangan dimana semua makhluk hidup saling mempengaruhi dan hidup berdampingan
dalam melangsungkan kehidupannya.
B.
Kerusakan Lingkungan
Kerusakan Lingkungan bisa terjadi kapan dan dimana saja,
entah itu disebabkan oleh alam itu sendiri ataupun oleh kesalahan dari manusia
dan makhluk hidup lainnya yang tidak memperhatikan lingkungannya.
Tindakan yang salah yang dilakukan manusia dalam mengelola
lingkungnnya dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Tak sedikit lingkungan rusak
hanya karena tindakan manusia untuk kepentingannya.
Namun yang lebih parahnya lagi, banyak orang tidak sadar
dengan tindakannya dan malah masih tetap melakukannya seakan-akan tidak ada
yang terjadi. Mereka semakin serakah memanfaatkan lingkungan dan alam
disekitarnya untuk kepentingannya tanpa melihat keadaan disekililingnya yang
sudah rusak karenanya.
C.
Penangkapan Ikan yang Merusak (Destructive Fishing)
Destructive
Fishing merupakan kegiatan pengangkapan
ikan yang dilakukan nelayan seperti menggunakan bahan peledak, bahan beracun
dan menggunakan alat tangkap trawl, dan semua cara penangkapan yang
bertentangan dengan kode etik penangkapan.
Kegiatan ini umumnya
bersifat merugikan bagi sumberdaya perairan yang ada, karena kegiatan ini
semata-mata hanya ingin meraup keuntungan yang besar dengan cara cepat, akan
tetapi memberikan dampak yang tidak baik bagi ekosistem perairan khususnya
terumbu karang.
Destructive Fishing juga diartikan sebagai kegiatan ilegal fishing yaitu bertujuan menangkap
sebanyak-banyaknya ikan karang yang banyak namun dengan etika penangkapan yang
salah.
D.
Bentuk-Bentuk Penangkapan Ikan yang salah
Adapun bentuk-bentuk kegiatan yang dikatakan sebagai Penangkapan
ikan yang merusak dan tidak ramah lingkungan diantaranya adalah sebagai
berikut:
1.
Penggunaan Bahan Peledak (Bom)
Gambar 1.1
Tropical Research and Conservation Centre (TRACC)
mengungkapkan secara sistematis, bahwa setiap bahan peledak yang beratnya ±1 kg
diledakkan dapat membunuh ikan dalam radius 15-25 meter atau sekitar 500m2
dan menyisakan kawah sedalam sekitar 3-4 meter diameter terumbu karang.
Sementara IMA Indonesia (2001) mencatat penggunaan bahan
peledak berukuran botol minuman yang paling banyak dilakukan oleh nelayan
diperkirakan merusak setidaknya 10 m2. Penangkapan ikan dengan cara
menggunakan bom, mengakibatkan biota laut seperti karang menjadi patah,
terbelah, berserakan dan hancur menjadi pasir dan meninggalkan bekas lubang
pada terumbu karang.
Awalnya, penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak
diperkenalkan di Indonesia pada masa perang dunia ke dua. Penangkapan ikan
dengan cara ini sangat banyak digunakan, sehingga sering dianggap sebagai cara
penangkapan ikan “tradisional”.
Gambar 1.2
Meskipun peledak yang digunakan berubah dari waktu ke waktu
hingga yang paling sederhana yaitu dengan menggunakan minyak tanah dan pupuk
kimia dalam botol, cara penangkapan yang merusak ini pada dasarnya sama saja.
Para penangkap ikan mencari gerombol ikan yang terlihat dan didekati dengan
perahunya. Dengan jarak sekitar 5 meter, peledak yang umumnya memiliki berat
sekitar satu kilogram ini dilemparkan ke tengah tengah gerombol ikan tersebut.
Setelah meledak, para nelayan tersebut memasuki wilayah perairan untuk
mengumpulkan ikan yang mati atau terkejut karena gelombang yang dihasilkan
ledakan dengan menyelam langsung atau dengan menggunakan kompresor.
Ledakan tersebut dapat mematikan ikan yang berada dalam 10-20
m radius peledak dan dapat menciptakan lubang sekitar satu hingga dua meter
pada terumbu karang tempat ikan tersebut tinggal dan berkembang biak.
Gambar 1.3
Para penangkap ikan yang menggunakan cara peledakan
biasanya mencari ikan yang hidupnya bergerombol. Ikan-ikan karang yang
berukuran besar seperti bibir tebal dan kerapu yang biasa hidup di bawah
terumbu karang menjadi sasaran utamanya. Ikan ekor kuning hidup di sepanjang
tubir, atau ikan kakaktua dan kelompok ikan surgeonfish, juga menjadi sasaran
peledakan. Karena besarnya gelombang ledakan, terkadang ikan yang ada di tepi
perairan terbuka pun sering menjadi sasaran. Ikan-ikan tersebut antara lain
ikan mackerel dan ikan sarden.
Gambar 1.4
Seperti juga hutan, dasar laut merupakan suatu
ekosistem yang kompleks yang menyediakan hewan-hewan/habitat dan makanan
pokok untuk terus bereproduksi. Pengeboman di laut merusak sruktur
dasar laut yang dapat memakan beberapa dekade dan beberapa abad untuk dapat
memulihkannya seperti sediakala.
“Setiap pengeboman maka bunga karang, remis/kepiting,
rumah-rumah cacing laut dan binatang-binatang air yang berkulit keras, yang
hidup di areanya yang seharusnya tidak terganggu sekarang telah hampir punah
seluruhnya”. (Les Watling, Profesor Oceanografy dari University Of Maine)
Gambar 1.5
Menurut Herman
Cesar (1996), “Penangkapan ikan dengan racun sianida hanya memberikan
keuntungan sebesar 33.000 US$/km2 terumbu karang dalam
jangka waktu 25 tahun, tetapi kegiatan ini akan menimbulkan kerugian bagi
negara akibat menurunnya hasil tangkapan ikan dan pariwisata sebesar 43.000 - 476.000 US$/km2/tahun. Manfaat yang didapat oleh perorangan dari
penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak hanya sekitar US$
15.000/km2, tetapi kerugian yang dialami negara akibat menurunnya
hasil perikanan, hilangnya fungsi perlindungan pantai dan pariwisata mencapai
98.000-761.000
US$/km2/tahun.”
2.
Pembiusan menggunakan Bahan Kimia
Gambar 2.1
Kegiatan penangkapan ikan dengan bius (kalium cianida –
KCn) dan tuba (akar tuba) sering dilakukan pada daerah karang yang diduga masih
memiliki ikan yang banyak. Penangkap ikan menyemprotkan bius atau tuba
kesela-sela karang agar ikan stress dan pingsan sehingga memudahkan untuk
pengambilannya. Bahkan tidak jarang pembokaran karang dengan linggis dilakukan
untuk mendapat ikan yang masih ada didalam liang karang.
Pada dasarnya, penangkapan ikan
seperti ini melibatkan penyelam langsung atau menggunakan kompresor yang
membawa botol berisi cairan sianida dan kemudian disemprotkan ke ikan sasaran
untuk mengejutkannya. Dalam jumlah yang memadai, racun ini membuat ikan atau
organisme lain yang menjadi sasaran “terbius” sehingga para penangkap ikan
dengan mudah mengumpulkan ikan yang pingsan tersebut. Seringkali, ikan dan
udang karang yang menjadi target lalu bersembunyi di dalam terumbu, dan para
penangkap ikan ini membongkar terumbu karang untuk menangkap ikan tersebut.
Gambar 2.2
Cairan sianida yang digunakan untuk
menangkap ikan berukuran besar, biasanya berupa larutan pekat yang dapat
mematikan sejumlah organisme yang hidup di terumbu karang, termasuk ikan-ikan kecil,
invertebrata yang bergerak, dan yang paling parah, racun sianida juga mematikan
karang keras.
Gambar 2.3
Racun sianida, bukan saja mencemari
ekosistem terumbu karang yang dapat mematikan organisme yang tidak menjadi
sasaran. Terumbu karang dapat rusak karena dibongkar oleh para penangkap ikan
untuk mengambil ikan yang terbius tersebut di rongga-rongga di dalam terumbu.
Selain itu, dalam jangka waktu yang lama, ekosistem yang terkena racun sianida
yang terus menerus dapat memberikan dampak buruk bagi ikan dan organisme lain
dalam komunitas terumbu karang, juga bagi manusia.
Dampak ekologisnya, penangkapan
dengan cara ini dapat menyebabkan kepunahan jenis- jenis ikan karang, misalnya
ikan hias, kerapu dan sebagainya. Disamping itu, dalam satu kali semprotan yang
mengeluarkan sekitar 20 mililiter mampu mematikan terumbu karang dalam radius 5
kali 5 m persegi dalam waktu relatif 3 hingga 6 bulan. Terumbu karang yang matiditandai dengan perubahan warna karang yang berwarna warni menjadi
putih yang lama kelamaan karang menjadi mati.
3.
Penggunaan Alat Tangkap Pukat Harimau (Trawl)
Gambar 3.1
Pukat Harimau merupakan cara penangkapan yang merusak
lainnya. Pukat Harimau merusak terumbu karang, karena biasanya digunakan di
dasar (substrat) yang lunak untuk menjaring udang. Pukat Harimau dilarang
digunakan di Indonesia karena jaring/pukat ini dapat merusak hamparan laut dan
menangkap organisme yang bukan sasaran penangkapan (by-catch). Namun demikian,
meskipun kini penangkap ikan dengan Pukat Harimau jarang dijumpai, kegiatan ini
masih ditemukan, terutama di wilayah perbatasan.
Alat ini berupa jaring dengan ukuran yang sangat besar,
memiliki lubang jaring yang sangat rapat sehingga berbagai jenis ikan mulai
dari ikan berukuran kecil sampai dengan ikan yang berukuran besar dapat
tertangkap dengan menggunakan jaring tersebut.
Cara kerjanya alat tangkap ditarik oleh kapal yang menyapu
kedasar perairan. Biasanya menggunakan beberapa perahu/kapal dengan jaring yang
sangat lebar, panjang dan dalam. Sehingga tangkapan ikan pun lebih luas,
lebih banyak ikan yang ditangkap dalam waktu singkat.
Gambar 3.2
Penggunaan pukat harimau secara terus menerus menyebabkan
kepunahan terhadap berbagai bibit jenis sumber daya ikan dan terumbu
karang. Hal ini dikarenakan ikan-ikan kecil yang belum memijah tertangkap
oleh alat ini sehingga tidak memiliki kesempatan untuk memijah dan memperbanyak
spesiesnya. Akibatnya pada kurun waktu tertentu, ikan-ikan tersebut
akan habis karena tidak sempat regenerasi dengan alami.
Pukat harimau (trawl) yang merupakan salah satu alat
penangkap ikan saat ini telah dilarang di wilayah perairan Indonesia sesuai
Keputusan Presiden RI No.39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl, namun
pada kenyataannya masih banyak nelayan yang melanggar dan mengoperasikan alat
tersebut untuk menangkap ikan.
Gambar 3.3
Terhadap jenis (spesies), kerugian utama yang ditimbulkan
Pukat Dasar adalah tertangkapnya organisme kecil dan jenis-jenis yang bukan
sasaran penangkapan (non-target), yang biasanya dibuang begitu saja di laut.
Dampak terhadap spesies ini dapat dikurangi dengan menggunakan jaring dengan
ukuran tertentu yang dapat mengurangi peluang tertangkapnya organisme yang
berukuran kecil.
4.
Penggunaan Alat Tangkap Bubu (Trap)
Gambar 4.1
Saat ini bubu (trap) adalah sejenis alat yang paling banyak
digunakan untuk menangkap ikan karang (Alcala dan Russ 2002), dan telah banyak
dioperasikan di Indonesia dengan hasil yang memuaskan.
Meskipun pada dasarnya alat ini tidak merusak, namun
pemasangan dan pengambilannya sering kali merusak terumbu karang. Bubu biasanya
dipasang dan diambil oleh para penangkap ikan dengan cara menyelam dengan
menggunakan kompresor. Dibandingkan dengan penangkapan yang merusak lainnya,
Bubu tidak terlalu merusak karena biasanya diletakkan di dasar lereng terumbu.
Seringkali, perangkap tersebut disamarkan oleh pecahan-pecahan karang hidup.
Gambar 4.2
Ada pula perangkap yang dipasang dari perahu dan diikat
dengan tali yang dipancangkan. Bubu seperti inilah yang sering merusak terumbu
karang. Hal ini karena Bubu dipasangi pemberat yang saat ditenggelamkan dari
perahu menabrak percabangan terumbu karang. Bubu seperti ini terutama merusak
terumbu karang pada saat Bubu ditarik oleh tali pemancang untuk mengangkatnya.
Bila penggunaan Bubu seperti ini terus meningkat, terutama untuk menangkap Ikan
Kerapu, kegiatan penangkapan dengan alat Bubu akan menjadi sumber kerusakan
terumbu karang di Indonesia.
Akan tetapi alat ini memiliki banyak keterbatasan. Hasil
tangkapan per unit bubu relatif sangat terbatas dan pada pengoperasiannya
umumnya menggunakan terumbu karang untuk alat kamuflase. Oleh karena hasil
tangkapan per unit bubu terbatas akibat sifat kejenuhan alat, maka dioperasikan
sekaligus cukup banyak bubu yang diikatkan pada satu untaian tali.
Dengan cara ini pada saat penurunan dan penarikan alat
sering terjadi benturan antara bubu dengan dasar perairan yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada dasar perairan terutama apabila terdapat terumbu
karang. Sehingga dapat dikakatakan bahwa bubu termasuk dalam kategori alat
tangkap yang tidak ramah lingkungan.
E.
Penyebab Dan Dampak Penangkapan Ikan Yang Merusak Lingkungan
a.
Penyebab Penangkapan Ikan Yang Merusak Lingkungan
Ada beberapa
faktor penyebab penangkapan ikan dengan cara yang merusak lingkungan
disekitarnya, yaitu:
1.
Adanya pelaku bom
dari pihak luar
2.
Adanya pengedaran
bahan baku yang masuk
3.
Mereka dianggap
sebagai golongan monoritas (terabaikan)
4.
Kurangnya
ketegasan sanksi hukum
5.
Merupakan tradisi
yang sudah menjadi turn-menurun
b.
Dampak Penangkapan Ikan Yang Merusak Lingkungan
Dampak yang ditimbulkan dari
penangkapan ikan dengan cara yang merusak lingkungan disekitarnya, yaitu:
1.
Merusak dan
memusnahkan ikan beserta bibit ikan
2.
Merusak terumbu
karang dan habitat lain
3.
Mengancam jiwa dan
merusak badan manusia itu sendiri
4.
Sulit mencari
ikan (mengurangi mata pencarian nelayan lain)
5.
Mengganggu usaha
nelayan lain/ merusak rumput laut
6.
Lebih banyak ikan
terbuang dari pada hasil yang diperoleh
F.
Penangkapan Ikan yang Baik dan Ramah Lingkungan
Menurut Arimoto (1999), alat tangkap ikan ramah lingkungan adalah suatu
alat tangkap yang tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, yaitu
sejauh mana alat tangkap tersebut tidak merusak dasar perairan, kemungkinan
hilangnya alat tangkap, serta kontribusinya terhadap polusi. Faktor lain adalah
dampak terhadap bio-diversity dan target resources yaitu komposisi hasil tangkapan,
adanya by catch serta
tertangkapnya ikan-ikan muda.
Di Indonesia saat ini, telah banyak dikembangkan
metode penangkapan yang tidak merusak lingkungan. Selain karena tuntutan dan kecaman dunia
internasional yang akan memboikot ekspor dari negara yang sistem penangkapan
ikannya masih merusak lingkungan, pemerintah juga telah berupaya untuk
melaksanakan tata cara perikanan yang bertanggung jawab.
Food Agriculture Organization (FAO, sebuah
lembaga di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa yang menangani masalah
pangan dan pertanian dunia), pada tahun 1995 mengeluarkan suatu tata cara bagi
kegiatan penangkapan ikan yang bertanggung jawab (Code of Conduct for
Resposible Fisheries- CCRF).
Dalam CCRF ini, FAO menetapkan serangkaian
kriteria bagi teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan. Sembilan kriteria
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Alat tangkap harus mempunyai
selektifitas yang tinggi
2. Alat tangkap yang digunakan
tidak merusak habitat, tempat tinggal, dan berkembang biak ikan dan organisme
lainnya.
3. Tidak membahayakan nelayan
4. Menghasilkan ikan yang
bermutu baik
5. Produk tidak membahayakan
konsumen
6. Hasil tangkapan yang terbuang
minimum
7. Alat tangkap yang digunakan
harus memberikan dampak minimum terhadap keanekaragaman sumberdaya hayati
(biodiversity)
8. Tidak menangkap jenis ikan
yang dilindungi UU atau terancam punah.
9. Diterima secara sosial
Bila
ke sembilan kriteria ini dilaksanakan secara konsisten oleh semua pihak yang
terlibat dalam kegiatan penangkapan ikan, maka dapat dikatakan ikan dan produk
perikanan akan tersedia untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan. Hal yang
penting untuk diingat bahwa generasi saat ini memiliki tanggung jawab moral
untuk memastikan ketersediaan sumberdaya ikan bagi generasi yang akan datang
dengan pemanfaatan sumberdaya ikan yang berkesinambungan dan lestari.
Contoh alat tangkap ikan yang ramah lingkungan adalah sebagai berikut:
1.
Jaring Lingkar
Gambar 5.1
Jaring
lingkar merupakan alat penangkapan ikan yang mempunyai prinsip penangkapan
dengan cara melingkari gerombolan ikan sasaran tangkap menggunakan jaring yang
dioperasikan dengan perahu atau kapal serta didukung sarana alat bantu
penangkapan sesuai untuk mendukung efektivitas dan efisiensi pengoperasiannya.
Desian dan
konstruksi jaring ingkar berkembang disesuaikan dengan target ikan tangkapan
yang dikehendaki, sehingga terdapat berbagai bentuk dan ukuran jaring lingkar serta sarana apung maupun alat bantu
penangkapan yang digunakan. Alat ini
ditujukan sebagai penangkap ikan pelagis yang bergerombol di permukaan.
2.
Penggaruk
Gambar 5.2
Penggaruk
merupakan alat penangkap ikan berbingkai kayu atau besi yang bergerigi atau
bergancu di bagian bawahnya, yang dilengkapi atau tanpa jaring/bahan lainnya.
Penggaruk dioperasikan dengan cara menggaruk di dasar perairan dengan atau
tanpa perahu untuk menangkap kekerangan dan biota lainnya.
Desain dan
konstruksi penggaruk disesuaikan dengan target ikan tangkapan yang dikehendaki,
sehingga terdapat berbagai bentuk dan ukuran penggaruk serta sarana apung
maupun alat bantu penangkapan ikan yang digunakan.
Metode
pengoperasian penggaruk dilakukan dengan cara menarik ataupun menghela pengaruk
di dasar perairan sehingga hasil tangkapan berupa kekerangan, teripang, dan
lainnya bisa terkumpul dan tertangkap serta masuk ke dalam penggaruk.
3.
Jaring Angkat
Gambar 5.3
Jaring
angkat dioperasikan dengan menurunkan dan mengangkatnya secara vertikal. Jaring
ini biasanya dibuat dengan bahan jaring nion yang menyerupai kelambu, karena
ukuran mata jaringnya yang kecil (sekitar 0,5 cm). Jaring kelambu kemudian
diikatkan pada bingkai bambu atau kayu yang berbentuk bujur sangkar.
Dalam
penggunaannya, jaring angkat sering menggunakan lampu atau umpan untuk
mengundang ikan. Biasanya dioperasikan dari perahu, rakit, bangunan tetap, atau
langsung. Dari bentuk dan cara penggunaannya, jaring angkat
dapat mencakup bagan perahu, bagan tancap (termasuk kelong), dan serok Jaring Angkat.
4.
Jala
Gambar 5.4
Alat yang
dijatuhkan atau ditebarkan merupakan alat penangkapan ikan yang
pengoperasiannya dilakukan dengan ditebarkan atau dijatuhkan untuk mengurung
ikan dengan atau tanpa kapal.
Desain dan
konstruksi alat yang dijatuhkan atau ditebarkan disesuaikan dengan target ikan
tangkapan yang dihendaki. Berkaitan dengan hal ini maka terdapat berbagai
bentuk dan ukuran serta sarana apung maupun alat bantu penangkapan ikan yang
digunakan.
5. Pancing
Gambar
5.5
Hook and
line (pancing) merupakan alat penangkapan ikan yang mempunyai prinsip
penangkapan dengan memancing ikan target sehingga terkait dengan mata pancing
yang dirangkai dengan tali menggunakan atau tanpa umpan.
Desain dan
konstruksi pancing disesuaikan dengan target ikan tangkapan yang dikehendaki,
sehingga terdapat berbagai bentuk dan ukuran pancing serta sarana apung maupun
alat bantu penangkapan ikan yang digunakan.
6. Tombak
Gambar
5.6
Tombak merupakan alat penangkapan ikan yang mempunyai
prinsip penangkapan dengan cara menerkam, menyodok, menombak, melukai atau membunuh sasaran tangkap yang
dilakukan dari atasu kapal atau tanpa menggunakan kapal. Desain dan konstruksi mempunyai bentuk runcing/tajam pada salah satu
ujungnya.
G.
Cara Menanggulangi dan Memininalisasi Penangkapan Ikan Yang
Merusak dan Tidak Ramah Lingkungan
Dewasa ini sumberdaya alam dan lingkungan telah menjadi barang langka
akibat tingkat ekstraksi yang berlebihan over-exploitation dan kurang
memperhatikan aspek keberlanjutan. Padahal secara ekonomi dapat meningkatkan
nilai jual, namun di sisi lain juga bisa menimbulkan ancaman kerugian ekologi
yang jauh lebih besar, seperti hilangnya lahan, langkanya air bersih, banjir,
longsor, dan sebagainya.
Kegagalan pengelolaan SDA (Sumber Daya Alam) dan lingkungan hidup
ditengarai akibat adanya tiga kegagalan dasar dari komponen perangkat dan
pelaku pengelolaan.
Pertama akibat adanya kegagalan kebijakan lag of policy sebagai
bagian dari kegagalan perangkat hukum yang tidak dapat menginternalisasi
permasalahan lingkungan yang ada. Kegagalan kebijakan lag of
policy terindikasi terjadi akibat adanya
kesalahan justifikasi para policy maker dalam menentukan
kebijakan dengan ragam pasal-pasal yang berkaitan erat dengan keberadaan SDA dan
lingkungan. Artinya bahwa, kebijakan tersebut
membuat blunder sehingga lingkungan hanya menjadi variabel
minor. Padahal, dunia internasional saat ini selalu mengaitkan segenap
aktivitas ekonomi dengan isu lingkungan hidup, seperti green
product, sanitary safety, dan sebagainya.
Selain itu, proses penciptaan dan penentuan kebijakan yang berkenaan dengan
lingkungan ini dilakukan dengan minim sekali melibatkan partisipasi masyarakat
dan menjadikan masyarakat sebagai komponen utama sasaran yang harus dilindungi.
Contoh menarik adalah kebijakan penambangan pasir laut. Di satu sisi, kebijakan
tersebut dibuat untuk membantu menciptakan peluang investasi terlebih pasarnya
sudah jelas. Namun di sisi lain telah menimbulkan dampak yang cukup signifikan
dan sangat dirasakan langsung oleh nelayan dan pembudidaya ikan di sekitar
kegiatan.
Bahkan secara tidak langsung dapat
dirasakan oleh masyarakat di daerah lain. Misalnya terjadi gerusan/abrasi
pantai, karena karakteristik wilayah pesisir yang bersifat dinamis.
Kedua adanya kegagalan masyarakat lag of community sebagai bagian
dari kegagalan pelaku pengelolaan lokal akibat adanya beberapa persoalan
mendasar yang menjadi keterbatasan masyarakat. Kegagalan masyarakat lag of
community terjadi akibat kurangnya kemampuan masyarakat untuk dapat
menyelesaikan persoalan lingkungan secara sepihak, disamping kurangnya
kapasitas dan kapabilitas masyarakat untuk memberikan pressure kepada
pihak-pihak yang berkepentingan dan berkewajiban mengelola dan melindungi
lingkungan. Ketidakberdayaan masyarakat tersebut semakin
memperburuk bargaining position masyarakat sebagai pengelola lokal
dan pemanfaat SDA dan lingkungan.
Misalnya saja, kegagalan masyarakat melakukan penanggulangan masalah
pencemaran yang diakibatkan oleh kurang perdulinya publik swasta untuk
melakukan internalisasi eksternalitas dari kegiatan usahanya.
Contohnya banyak pabrik-pabrik yang membuang limbah yang tidak diinternalisasi
ke daerah aliran sungai yang pasti akan terbuang ke laut atau kebocoran pipa
pembuangan residu dari proses ekstrasi minyak yang tersembunyi, dan sebagainya.
Ketiga adanya kegagalan pemerintah lag of government sebagai
bagian kegagalan pelaku pengelolaan regional yang diakibatkan oleh
kurangnya perhatian pemerintah dalam
menanggapi persoalan lingkungan. Kegagalan pemerintah terjadi akibat kurangnya
kepedulian pemerintah untuk mencari alternatif pemecahan persoalan lingkungan
yang dihadapi secara menyeluruh dengan melibatkan segenap komponen
terkait stakeholders.
Dalam hal ini, seringkali pemerintah melakukan penanggulangan permasalahan lingkungan
yang ada secara parsial dan kurang terkoordinasi. Dampaknya, proses
penciptaan co-existence antar variabel lingkungan yang menuju
keharmonisan dan keberlanjutan antar variabel menjadi terabaikan. Misalnya
saja, solusi pembuatan tanggul-tanggul penahan abrasi yang dilakukan di
beberapa daerah Pantai Utara (Pantura) Jawa, secara jangka pendek mungkin dapat
menanggulangi permasalahan yang ada, namun secara jangka panjang persoalan lain
yang mungkin sama atau juga mungkin lebih besar akan terjadi di daerah lain
karena karakteristik wilayah pesisir dan laut yang bersifat dinamis.
a.
Cara Menanggulangi Masalah Penangkapan Ikan yang Merusak
Lingkungan
Dalam
menanggulangi permasalahan illegal fishing (penangkapan ikan dengan
menggunakan alat tangkap yang ilegal) yang ada sehingga tidak
berkelanjutan dan menyebabkan kerusakan yang berdampak besar maka diperlukan
solusi yang tepat untuk menekan terjadinya kegiatan tersebut seperti:
1.
Peningkatan
kesadaran masyarakat nelayan akan bahaya yang ditimbulkan dari illegal
fishing (penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap yang ilegal).
2.
Peningkatan
pemahaman dan pengetahuan nelayan tentang illegal fishing.
3.
Melakukan
rehabilitasi terumbu karang.
4.
Membuat
alternatif habitat karang sebagai habitat ikan sehingga daerah karangalami
tidak rusak akibat penangkapan ikan.
5.
Mencari akar
penyebab dari masing-masing masalah yang timbul dan mencarikansolusi yang tepat
untuk mengatasinya.
6.
Melakukan
penegakan hukum mengenai perikanan khususnya dalam hal pemanfaatan yang
bertanggung jawab.
7.
Meningkatkan
pengawasan dengan membuat badabn khusus yang menangani danbertanggung jawab
terhadap kegiatan illegal fishing.
Selain itu, upaya
yang dilakukan dalam menanggulangi penangkapan ikan yang secara
ilegal adalah peningkatan kesadaran dan pengetahuan masyarakat nelayan
mengenai illegal. Peningkatan kesadaran ini dapat dilakukan dengan dilakukannya
penyuluhan ke wilayah nelayan, dan pendidikan dari kecil di sekolah daerah
pesisir. Agar betul-betul bisa langsung menyerang akar permasalahan dan
menanamkan kesadaran sejak awal untuk menjaga terumbu karang. Tapi penyuluhan
itu tidak akan dapat bertahan lama jika akar dari semua masalah itu tidak
segera di selesaikan yaitu faktor kemiskinan.
Penanggulangan yang lain
yaitu untuk memperbaiki ekosistem terumbu karang yang marak dilakukan oleh
lembaga pemerintah, swasta maupun lembaga swadaya masyarakat adalah dengan
membudidayakan terumbu karang, yakni dengan pemasangan terumbu karang
buatan artificial reef yang diprakarsai oleh Departemen Kelautan
Perikanan. Konservasi terumbu karang adalah hal yang mutlak, dan tidak dapat
ditawar ataupun ditunda karena waktu tumbuh karang yang lama dan manfaatnya
yang begitu besar untuk biota laut terutama ikan, karenanya bila hasil
tangkapan nelayan tidak ingin menurun maka secara bersama-sama masyarakat harus
melindungi kawasan terumbu karang. Untuk itu diharapkan nelayan atau siapapun
juga tak lagi melakukan penangkapan ikan dengan cara yang merusak. Lebih baik
lagi jika sikap tak merusak itu lahir dari kesadaran sendiri. Meskipun proses
penyadaran ini memerlukan waktu, namun harus dilakukan secara terus menerus
oleh semua pihak.
b.
Cara Memininalisasi Penangkapan Ikan yang Merusak
Lingkungan
Dalam upaya meminimalisasi penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan
adalah sebagai berikut:
1.
Pengembangan Mata Pencaharian
Masyarakat pesisir (nelayan) dikategorikan masih miskin dan
memiliki tingkat pendidikan yan sangat rendah. Perilaku masyarakat yang
cenderung destruktif sangat dipengaruhi oleh faktor ekonomi (kemiskinan) dalam
memenuhi kebutuhannya dan diperparah dengan sifat keserakahan dalam mendapatkan
hasil yang maksimal walaupun ditempuh dengan cara-cara yang merugikan karena
bukan saja merusak lingkungan ekosistem terumbu karang saja tetapi juga
memutus rantai mata pencaharian anak cucu. Bukan hanya itu, faktor
rendahnya tingkat pendidikan juga mempengarhi perilaku masyarakat tersebut.
Dengan alternatif mata pencaharian (tambahan) diharapkan dapat memberikan nilai
tambah sehingga masyarakat pesisir (nelayan) destruktif akan berkurang.
2.
Penegakan Hukum
Secara umum maraknya kegiatan penangkapan ikan yang merusak adalah lemahnya
penegakan hukum. Beberapa kasus yang tidak diselesaikan secara baik dan tuntas
dan transparan memicu perilaku masyarakat. Ketidakpuasan masyarakat akibat
penanganan pelanggaran tersebut semestinya diperbaiki mulai dari aparat
penegakan hukum yang terkait.
3.
Pendidikan dan Penyadaran tentang Lingkungan
Sebagaimana yang dipaparkan dipoint pertama di atas, dimana
secara umum masyarakat pesisir (nelayan) terutama yangdiindikasikan sebagi
pelaku penangkapan ikan dengan merusak tersebut memiiki pendidikan rendah
sehingga pengetahuan tentang pentingnya ekosistem terumbu karang terbatas.
Denganpendidikan dan penyadaran tentang lingkungan dapat melalui seminar,
lokakarya, workshop,studi banding dapat ditingkatkan.
4.
Pengaturan Waktu, Jumlah, Ukuran dan Wilayah Tangkap
Di beberapa lokasi pengaturan waktu, jumlah, ukuran dan
wilayah tangkap sudah dikembangkan. Namun kendalanya dibeberapa lokasi di Indonesia
merupakan sesuatu hal yang masih sulit. Hal ini disebabkan oleh masih
terbatasnya penelitan/kajian aspek-aspek dari terumbu karang dan komunitas
masyarakat pesisir (nelayan) serta sumberdaya manusia pelaksana maupun pelaku
kebijakan yang masih terbatas.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari
makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Destructive Fishing atau penangkapan ikan yang
merusak merupakan kegiatan penangkapan yang dilakukan nelayan
seperti menggunakan bahan peledak, bahan beracun, trap/bubu dan menggunakan alat tangkap trawl,
bertentangan dengan kode etik penangkapan dan berpotensi merusak ekosistem
perairan.
2.
Seiring
dengan meningkatnya permintaan konsumen terhadap ikan hias dan hidup memicu
nelayan untuk melakukan kegiatan penangkapan yang merusak dengan menggunakan
racun sianida.
3.
Dampak
yang ditimbulkan dari Penangkapan menggunakan bahan beracun adalah
sebagai berikut:
-
Memusnahkan/merusak/mematikan
ikan/bibit ikan atau habitat.
-
Mengancam
jiwa/merusak badan manusia itu sendiri,
-
Sulit
mencari ikan dan merusak rumput laut,
-
Lebih
banyak ikan terbuang dari pada hasil yang diperoleh.
4.
Cara
memininalisasi dan menanggulangi penangkapan ikan yang merusak:
-
Penyadaran
dan Pendidikan tentang Lingkungan
-
Pengaturan Waktu,
Jumlah, Ukuran dan Wilayah Tangkap
-
Penegakan Hukum
5.
Ada beberapa cara
penangkapan Ikan yang baik dan berwawasan Lingkungan, yaitu:
-
Jaring Lingkar
-
Penggaruk
-
Jaring Angkat
-
Jala
-
Pancing
-
Tombak
6.
Menangkap ikan
itu dengan cara apapun akan dibolehkan asal sesuai dengan etika penangkapan
yang tidak akan menimbulkan kerugian dan kerusakan saat penangkapannya maupun
sesudahnya. Dalam artian, menangkap ikan harus dengan cara yang baik dan ramah
terhadap lingkungan.
B.
Saran
Berdasarkan penjelasan Makalah diatas saya mengharapkan
agar pihak yang terlibat dalam Penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan ini
menjadi sadar dan segera berhenti agar ekosistem perairan di Indonesia tetap terjaga
kelestariannya.
Tak hanya itu saja, saya juga berharap agar pihak yang
berkewajiban menertibkan masyarakat yang bertindak sebagai perusak untuk ikut
membantu agar semua kerusakan yang disebabkan oleh penangkapan ikan itu segera
berakhir.
Jika lingkungan kita baik dan lestari, manfaatnya tidak
hanya untuk beberapa orang saja tapi untuk semua orang bahkan semua mahkluk
hidup lainnya juga dapat merasakan manfaatnya.
Oleh karena itu, saya mengharapkan agar semua pihak yang
terlibat dalam pembahasan maupun pihak yang membaca Makalah ini supaya bisa
lebih memperhatikan lingkungan sekitar dan ikut serta dalam pelestariannya.
Memanfaatkan Sumber Daya Alam itu bisa saja, asal sesuai
dengan tata tertib dan etika yang pemanfaatnya dilakukan secara arif bijaksana
dan berwawasan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
-
Haryanto,
Tri. 2008. Pencemaran Lingkungan. Klaten:
Cempaka Putih
-
Indonesia
Heritage. 2002. Manusia dan Lingkungan.
Jakarta: Gramedia
-
Intan
Pariwara. 2015. PR Geografi Kelas XI.
Klaten
Sumber Internet:
0 comments