Pecah belah dan balada mahkota di selangkangan wanita

by - June 19, 2022


Pernah dengar celetukkan gini ngga "Jadi cewek itu harus pintar jaga diri, jangan sampe kehormatannya hilang"

As a kid, I was being told by so many people that I've ever met - even my mom - to taking care of my body. Siapapun ngga boleh menyentuh tubuh, selain bersalaman - walaupun keluarga - there's boundary that other people not allowed to cross dan aku berhak untuk menolak. 

Growing up as a young woman, istilah wanita dan kehormatan ini terus terdengar sampai berhasil mengusikku. Sebagai anak remaja yang mudah terkontrol rasa ingin tahu ini akhirnya menjebakku pada sebuah narasi yang bisa kukatakan sangat menggelitik hingga keubun-ubun.

Kehormatan wanita benar-benar dinilai dari selangkangannya apakah sudah pernah terjamah apa belum. Ibaratnya, wanita yang open pabrik sebelum menikah ini pantas untuk dikatakan sebagai wanita kotor dan sudah hilang kehormatannya. Dan mirisnya, label menyedihkan ini malah paling keras dilontarkan oleh sesama wanita. 

Masih menjadi misteri siapakah penemu istilah kalau a thing between woman's legs itu adalah mahkotanya wanita. Bukankah letak mahkota itu normalnya diatas kepala? Lalu, siapakah yang mulanya punya pemikiran 'unik' yang bisa menciptakan sebuah narasi abadi yang kerap disematkan untuk menghakimi wanita?
Apakah mahkota laki-laki itu juga letaknya sama-sama dibawah situ? Atau ada ketimpangan lain lagi? Hm. 

Terus ada lagi, 

Berapa kali pernah kalian dengar kalimat yang menyamakan wanita sebagai benda setelah sebelumnya disamakan dengan permen? 

Aku kira kalian sering bahkan mungkin pernah menyematkan wanita dengan kata 'rusak' seakan wanita adalah salah satu benda yang bisa patah, hancur, dan begitu rapuh. Dan sayangnya, tidak merasa bersalah telah melontarkan kalimat tersebut.

"Wanita yang sudah berhubungan badan sebelum menikah itu sudah rusak" ujar sesama wanita mengomentari hidup wanita lainnya. Sekali lagi, mereka ini beranggapan bahwa kehormatan wanita hanya ada pada selangkangannya. Sehingga kalaulah sudah terpakai, maka sudah hilang 'mahkota'nya. 'Rusak'-lah sudah wanita ini.

Pernyataan kalau keperawanan atau selaput dara sebagai tanda kehormatan adalah konstrak sosial yang telah berkembang turun menurun dan dipercayai banyak orang sampai sekarang. Bahkan didalam medis saja, tidak ada istilah tersebut. Society made it. Beberapa kali pernah berseliweran di beranda sosial media kalau masih ada praktik "seprai berdarah pengantin baru". Cukup menggelitik sekaligus ngeri, untung saja keluargaku tidak menganut tradisi macam itu (nah, ini bukan berarti aku sudah tidak perawan). Bayangkan saja, setelah malam pertama, eh keluarga kalian lalu datang menghampiri seprai untuk melihat jejak berdarah tanda pertama kali kalian berhubungan. WOW. It's so awkward. Beside - they'll ruin the moment. DUH. Back off. 

Harusnya kalimat wanita rusak atau menjaga kehormatan lewat selangkangan ini sudah tidak digunakan. Apalagi untuk menasihati wanita lain. Alasan apapun jika narasinya berkonotasi merendahkan suatu kaum, aku rasa sangat pantas untuk tidak didengarkan. We dont put other people down in order to feel better than them. 

Menghakimi hidup orang lain saja sudah salah, apalagi sampai melabelinya hanya karena telah melanggar norma yang kita pegang. Aku rasa urusan selangkangan itu masuk ranah privat, jadi kita tidak berhak mengomentari hal itu. Urus saja punya sendiri, eh salah, urus saja 'mahkota'nya, jangan sampai hilang. 

You May Also Like

0 comments

Notes ~

The more you love, the more you suffer (V. V. Gogh)

Report Abuse