Bab I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Sebelum kita membahas tentang
Perilaku menyimpang dan sikap Anti-Sosial, apakah ada yang tahu apa itu
Perilaku menyimpang dan Sikap Anti-Sosial itu?
Kali ini saya akan menguraikan
tentang Perilaku menyimpang dan Sikap Anti-Sosial. Sebelum itu, saya akan
menjelaskan apa yang dimaksud dengan Perilaku Menyimpang.
Dalam KBBI, perilaku menyimpang
diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang terhadap
lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam
masyarakat.
Dalam kehidupan masyarakat, semua
tindakan manusia dibatasi oleh aturan (norma) untuk berbuat dan berperilaku
sesuai dengan sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat. Namun demikian di
tengah kehidupan masyarakat kadang-kadang masih kita jumpai tindakan-tindakan
yang tidak sesuai dengan aturan (norma) yang berlaku pada masyarakat.
Setelah mengetahui tentang apa itu
Perilaku menyimpang, dilanjutkan dengan Pengertian apa itu Sikap Anti-Sosial. Anti-sosial
adalah sikap yang menunjukkan ketidakmampuan untuk beradaptasi.
Untuk lebih jelasnya, saya membuat
makalah ini untuk dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya dan dapat memberi
informasi yang lebih bagi pembaca sekalian.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud
dengan Perilaku Menyimpang dan Sikap Anti-Sosial?
2.
Bagaimana Proses
terjadinya perilaku menyimpang?
3.
Apa saja
jenis-jenis Perilaku Meenyimpang?
4.
Apa saja bentuk
upaya penanggulangan Perilaku Menyimpang?
C.
Tujuan Pembuatan Makalah
Perilaku Menyimpang dan Sikap Anti-Sosial dalam kehidupan
sehari-hari dapat kita jumpai dengan mudah. Mungkin kita mengetahui ciri-ciri
dari seseorang yang menderita Sikap Anti-Sosial dan sikap seseorang yang
menyimpang. Namun, belum tentu kita tahu penyebabnya, jenis-jenisnya dan cara
penganggulangannya. Oleh karena itu, untuk mempelajarinya lebih lanjut saya
membuat makalah ini untuk dapat membantu
dan memberi informasi bagi pembaca.
Bab II
Pembahasan
1. Definisi Perilaku Menyimpang dan Sikap Anti-Sosial
a. Perilaku Menyimpang
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku menyimpang
diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang terhadap
lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam
masyarakat.
Dalam kehidupan masyarakat, semua tindakan manusia dibatasi
oleh aturan (norma) untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan sesuatu yang
dianggap baik oleh masyarakat. Namun demikian di tengah kehidupan masyarakat
kadang-kadang masih kita jumpai tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan
aturan (norma) yang berlaku pada masyarakat.
a)
Definisi Perilaku Menyimpang
Berikut ini
beberapa Definisi dari para Ahli Sosiologi mengenai Perilaku Menyimpang :
1)
Menurut James
Worker Van der Zaden.
Penyimpangan sosial adalah perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap
sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi.
2)
Menurut Robert
Muhamad Zaenal Lawang.
Penyimpangan sosial adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma
yang berlaku dalam masyarakat dan menimbulkan usaha dari yang berwenang dalam
sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang tersebut.
3)
Menurut Paul Band
Horton.
Penyimpangan sosial adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai
pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat. Kebalikan dari
perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak menyimpang yang sering disebut
dengan konformitas. Konformitas adalah bentuk interaksi sosial yang di dalamnya
seseorang berperilaku sesuai dengan harapan kelompok.
b)
Ciri-Ciri Perilaku Menyimpang
Menurut Paul B. Horton perilaku menyimpang memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1)
Penyimpangan harus dapat didefinisikan.
Perilaku dikatakan menyimpang atau tidak harus bisa dinilai berdasarkan
kriteria tertentu dan diketahui penyebabnya.
2)
Penyimpangan bisa diterima bisa juga ditolak.
Perilaku menyimpang tidak selamanya negatif, ada kalanya penyimpangan bisa
diterima masyarakat, misalnya wanita karier. Adapun pembunuhan dan perampokan
merupakan penyimpangan sosial yang ditolak masyarakat.
3)
Penyimpangan relatif dan penyimpangan mutlak.
Semua orang pernah melakukan perilaku menyimpang, akan tetapi pada
batas-batas tertentu yang bersifat relatif untuk semua orang. Dikatakan relatif
karena perbedaannya hanya pada frekuensi dan kadar penyimpangan. Jadi secara
umum, penyimpangan yang dilakukan setiap orang cenderung relatif. Bahkan orang
yang telah melakukan penyimpangan mutlak lambat laun harus berkompromi dengan
lingkungannya.
4)
Penyimpangan terhadap budaya nyata ataukah budaya ideal.
Budaya ideal adalah segenap peraturan hukum yang berlaku dalam suatu
kelompok masyarakat. Akan tetapi pada kenyataannya tidak ada seorang pun yang
patuh terhadap segenap peraturan resmi tersebut karena antara budaya nyata
dengan budaya ideal selalu terjadi kesenjangan. Artinya, peraturan yang telah
menjadi pengetahuan umum dalam kenyataan kehidupan sehari-hari cenderung banyak
dilanggar.
5)
Terdapat norma-norma penghindaran dalam penyimpangan.
Norma penghindaran adalah pola perbuatan yang dilakukan orang untuk
memenuhi keinginan mereka, tanpa harus menentang nilai-nilai tata kelakukan
secara terbuka. Jadi norma-norma penghindaran merupakan bentuk penyimpangan
perilaku yang bersifat setengah melembaga.
6)
Penyimpangan sosial bersifat adaptif (menyesuaikan).
Penyimpangan sosial tidak selamanya menjadi ancaman karena kadang-kadang
dapat dianggap sebagai alat pemikiran stabilitas sosial.
b. Sikap Anti-Sosial
Anti-Sosial adalah sikap yang menunjukan ketidakmampuan
untuk beradaptasi. Satu hal yang bersifat paradoksal dalam psikopatologi adalah
bahwa beberapa orang yang mengalami sikap anti sosial secara intelektual adalah
normal namun disegi lain memiliki kepribadian yang abnormal.
Kondisi paradoks ini sulit dijelaskan, hal tersebut
diterima tanpa adanya pertanyaan selain cukup dipahami bahwa adanya
disintegritasi dari penyebab dan intelektual yang menghasilkan gangguan mental.
a)
Ciri-ciri Sikap Anti-Sosial
Berdasarkan telaah yang tersebut diatas, Kepribadian
anti-sosial setidaknya menunjukan 5 ciri kepribadian, yaitu:
1) Ketidakmampuan belajar atau
mengambil manfaat dari pengalaman
2) Emosi bersifat Superficial, tidak
alami
3) Irresponsibility/ tidak bertanggung
jawab
4) Tidak memiliki hati nurani, tegaan
5) Impulsiveness
Lebih jauh kepribadian anti-sosial seharusnya tidak
dikaitkan dengan kategori diagnostik seperti retardasi mental, gangguan otak,
Psikosis, atau situasi Maladjustment lainnya. Artinya saat kepribadian
anti-sosial dijelaskan dalam istilah psikologis seperti itu, maka diagnosa
tentang anti-sosial hanya dapat dilakukan bila kondisi-kondisi lain yang
menyertai salah satu diagnostik tadi muncul didalamnya.
Pada dasarnya seorang yang memiliki kepribadian anti-sosial
tidak mampuan untuk bersikap hangat dan membina relasi interpersonal yang baik.
Pada saat pendapat atau sikap orang yang anti-sosial tidak diterima mereka
dapat menjadi berbahaya dan mungkin akan melakukan kekerasan. Karena mereka
tidak memiliki nurani, mereka mampu berperilaku ekstrim seperti agresif,
brutal, atau tingkah laku lain yang menyakiti.
2.
Penyebab terjadinya Perilaku Menyimpang
Menurut Wilnes dalam bukunya Punishment and Reformation,
maka sebab-sebab penyimpangan/kejahatan dibagi menjadi dua, yaitu sebagai
berikut:
1) Faktor subjektif adalah faktor yang
berasal dari seseorang itu sendiri (sifat pembawaan yang dibawa sejak lahir).
2) Faktor objektif adalah faktor yang
berasal dari luar (lingkungan). Misalnya keadaan rumah tangga, seperti hubungan
antara orang tua dan anak yang tidak serasi.
Untuk lebih
jelasnya, berikut diuraikan beberapa penyebab terjadinya penyimpangan seorang
individu (faktor objektif), yaitu:
1)
Ketidaksanggupan menyerap norma-norma kebudayaan. Seseorang yang tidak
sanggup menyerap norma-norma kebudayaan ke dalam kepribadiannya, ia tidak dapat
membedakan hal yang pantas dan tidak pantas. Keadaan itu terjadi akibat dari
proses sosialisasi yang tidak sempurna, misalnya karena seseorang tumbuh dalam
keluarga yang retak (broken home). Apabila kedua orang tuanya tidak bisa
mendidik anaknya dengan sempurna maka anak itu tidak akan mengetahui hak dan
kewajibannya sebagai anggota keluarga.
2)
Proses belajar yang menyimpang. Seseorang yang melakukan tindakan
menyimpang karena seringnya membaca atau melihat tayangan tentang perilaku
menyimpang. Hal itu merupakan bentuk perilaku menyimpang yang disebabkan karena
proses belajar yang menyimpang. Misalnya, seorang anak yang melakukan tindakan
kejahatan setelah melihat tayangan rekonstruksi cara melakukan kejahatan atau
membaca artikel yang memuat tentang tindakan kriminal. Demikian halnya karir
penjahat kelas kakap yang diawali dari kejahatan kecil-kecilan yang terus
meningkat dan makin berani/nekad merupakan bentuk proses belajar menyimpang.
Hal itu juga terjadi pada penjahat berdasi putih (white collar crime) yakni
para koruptor kelas kakap yang merugikan uang negara bermilyar- milyar. Berawal
dari kecurangan-kecurangan kecil semasa bekerja di kantor/mengelola uang
negara, lama kelamaan makin berani dan menggunakan berbagai strategi yang
sangat rapi dan tidak mengundang kecurigaan karena tertutup oleh penampilan
sesaat.
3)
Ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial. Terjadinya ketegangan
antara kebudayaan dan struktur sosial dapat mengakibatkan perilaku yang
menyimpang. Hal itu terjadi jika dalam upaya mencapai suatu tujuan seseorang
tidak memperoleh peluang, sehingga ia mengupayakan peluang itu sendiri, maka
terjadilah perilaku menyimpang. Misalnya jika setiap penguasa terhadap rakyat
makin menindas maka lama-kelamaan rakyat akan berani memberontak untuk melawan
kesewenangan tersebut. Pemberontakan bisa dilakukan secara terbuka maupun
tertutup dengan melakukan penipuan-penipuan/pemalsuan data agar dapat mencapai
tujuannya meskipun dengan cara yang tidak benar.
4)
Ikatan sosial yang berlainan. Setiap orang umumnya berhubungan dengan
beberapa kelompok. Jika pergaulan itu mempunyai pola-pola perilaku yang
menyimpang, maka kemungkinan ia juga akan mencontoh pola-pola perilaku
menyimpang.
5)
Akibat proses sosialisasi nilai-nilai sub-kebudayaan yang menyimpang.
Seringnya media massa menampilkan berita atau tayangan tentang tindak kejahatan
(perilaku menyimpang) menyebabkan anak secara tidak sengaja menganggap bahwa
perilaku menyimpang tersebut sesuatu yang wajar. Hal inilah yang dikatakan
sebagai proses belajar dari sub-kebudayaan yang menyimpang, sehingga terjadi
proses sosialisasi nilai-nilai sub-kebudayaan menyimpang pada diri anak dan
anak menganggap perilaku menyimpang merupakan sesuatu yang wajar/biasa dan
boleh dilakukan.
3.
Jenis-Jenis Perilaku Menyimpang
Bentuk-bentuk perilaku menyimpang
dapat dibedakan menjadi dua, sebagai berikut:
a)
Bentuk penyimpangan berdasarkan
sifatnya dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
1) Penyimpangan bersifat positif.
Penyimpangan bersifat positif adalah penyimpangan yang mempunyai dampak positif
ter-hadap sistem sosial karena mengandung unsur-unsur inovatif, kreatif, dan
memperkaya wawasan seseorang. Penyimpangan seperti ini biasanya diterima
masyarakat karena sesuai perkembangan zaman. Misalnya emansipasi wanita dalam
kehidupan masyarakat yang memunculkan wanita karir.
2) Penyimpangan bersifat negatif.
Penyimpangan bersifat negatif adalah penyimpangan yang bertindak ke arah
nilai-nilai sosial yang dianggap rendah dan selalu mengakibatkan hal yang
buruk. Bobot penyimpangan negatif didasarkan pada kaidah sosial yang dilanggar.
Pelanggaran terhadap kaidah susila dan adat istiadat pada umumnya dinilai lebih
berat dari pada pelanggaran terhadap tata cara dan sopan santun.
Bentuk penyimpangan yang bersifat
negatif antara lain sebagai berikut:
1)
Penyimpangan
primer (primary deviation). Penyimpangan primer adalah penyimpangan yang
dilakukan seseorang yang hanya bersifat temporer dan tidak berulang-ulang.
Seseorang yang melakukan penyimpangan primer masih diterima di masyarakat
karena hidupnya tidak didominasi oleh perilaku menyimpang tersebut. Misalnya,
siswa yang terlambat, pengemudi yang sesekali melanggar peraturan lalu lintas,
dan orang yang terlambat membayar pajak.
2)
Penyimpangan
sekunder (secondary deviation). Penyimpangan sekunder adalah perilaku
menyimpang yang nyata dan seringkali terjadi, sehingga berakibat cukup parah
serta menganggu orang lain. Misalnya orang yang terbiasa minum-minuman keras
dan selalu pulang dalam keadaan mabuk, serta seseorang yang melakukan tindakan
pemerkosaan. Tindakan penyimpangan tersebut cukup meresahkan masyarakat dan
mereka biasanya di cap masyarakat sebagai “pencuri”, “pemabuk”, “penodong dan
“pemerkosa”. Julukan itu makin melekat pada si pelaku setelah ia ditangkap
polisi dan diganjar dengan hukuman.
b)
Bentuk penyimpangan berdasarkan pelakunya, dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut:
1)
Penyimpangan
individual (individual deviation).
Penyimpangan individual adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang
menyimpang dari norma-norma suatu kebudayaan yang telah mapan. Misalnya,
seseorang bertindak sendiri tanpa rencana melaksanakan suatu kejahatan,
seperti: mencuri, menodong, dan memeras.
Penyimpangan individu berdasarkan
kadar penyimpangannya dibagi menjadi lima, yaitu sebagai berikut:
1)
Pembandel yaitu
penyimpangan yang terjadi karena tidak patuh pada nasihat orang tua agar
mengubah pendiriannya yang kurang baik.
2)
Pembangkang yaitu
penyimpangan yang terjadi karena tidak taat pada peringatan orang-orang.
3)
Pelanggar yaitu
penyimpangan yang terjadi karena melanggar norma-norma umum yang berlaku dalam
masyarakat.
4)
Perusuh atau
penjahat yaitu penyimpangan yang terjadi karena mengabaikan norma-norma umum,
sehingga menimbulkan kerugian harta benda atau jiwa di lingkungannya.
5)
Munafik yaitu
penyimpangan yang terjadi karena tidak menepati janji, berkata bohong,
mengkhianati kepercayaan, dan berlagak membela.
2)
Penyimpangan
Kelompok
Penyimpangan kelompok adalah tindakan yang dilakukan oleh banyak orang atau
perkumpulan orang yang menyimpang dari norma-norma suatu kebudayaan untuk
mencapai suatu tujuan yang sama.
Misalnya Demo, unjuk rasa dan lain-lain.
4.
Upaya penanggulangan Perilaku
Menyimpang
Dalam
upaya penanggulangan perilaku menyimpang ini perlu dilakukan proses
pengendalian sosial. Pengendalian sosial adalah suatu pengawasan kelompok yang
bersifat mendidik, mengajak, dan memaksa warga masyarakat perilaku sesuai nilai
dan norma.
Sifat-sifat pengendalian sosial ada dua, yaitu:
1) Preventif
Tindakan pencegaha
sebelum terjadi kemungkinan pelanggaran nilai dan norma.
2) Represif
Tindakan
pengendalian yang dilakukan dalam bentuk pemberian sanksi /hukuman.
Proses Pengendalian Sosial ada dua, yaitu:
1)
Persuasif
Pengendalian sosial
tanpa kekerasan (Himbauan, saran, bimbingan)
2)
Koersif
Pengendalian sosial
ini dibedakan menjadi dua, yaitu:
a)
Kompulsi
Suatu kondisi
individu menghasilkan suatu kepatuhan.
b)
Pervasi
Individu ditanamkan
norma secara berangsur-angsur/berulang-ulang.
a. Cara Pengendalian Sosial dan Fungsinya
1)
Pengendalian Sosial secara Formal
·
Pengendalian sosial
melalui hukuman fisik
·
Pengendalian sosial
melalui Lembaga Pendidikan
·
Pengendalian Sosial
melalui ajaran Agama
2)
Pengendalian Sosial secara Informal
·
Desa-desu (Gosip)
·
Penculikan
·
Celaan
·
Ejekkan
Fungsi Pengendalian Sosial:
1. Kepercayaan pada masyarakat
terhadap norma
2. Mengembangkan rasa Malu
3. Mengembangkan rasa takut akan
hukuman/sanksi jika berbuat salah
Bab III
Penutup
A.
Kesimpulan
Dari uraian diatas, kita semua dapat mengetahui tentang Perilaku Menyimpang
dan Sikap Anti-Sosial, baik penyebabnya, jenis maupun cara menanganinya. Sikap
Menyimpang dan Anti-Sosial bukan merupakan perilaku yang terpuji.
Mmemahami lebih lanjut tentang Perilaku menyimpang dan Sikap anti-Sosial
bukanlah hal yang sulit untuk dipahami, karena pada umumnya perihal itu sangat
mudah untuk kita temukan disekitar kita.
B.
Saran
Mempelajari
tentang Perilaku Menyimpang dan Sikap Anti-Sosial bukanlah hal yang terlalu
sulit untuk dipelajari. Dengan belajar bukan sekedar membaca dan mengetahui
namun memahami secara rinci suatu permasalahan. Seseorang yang mengalami Sikap
anti sosial dan menyimpang bukan harus dihindari dan dikucilkan. Sebagai sesama
manusia yang hidup saling tolong menolong, kita harus dapat menjadi penolong
orang lain. Kita harus dapat menjadi seseorang yang dapat memperbaiki sesuatu
yang salah dan dapat membantu menanggulangi sikap Anti sosial dan menyimpang.