Tulisan di bulan September

by - September 09, 2019

Kita bakal enak kalau tinggal di lingkungan yang tenang.
Kita bakal betah tinggal di rumah yang nyaman. Kita memang seperti itu, bukan? Nalurinya ya seperti itu.

Lumrahnya, manusia akan menetap pada yang disenanginya. Lihat saja ketika kita nunggu di tempat terbuka yang disana banyak orang, padat dan bahkan bau asap (rokok), apa kita betah nunggu disitu?
Paling ngga kita pasti nyari tempat lain yang lebih enak daripada itu, atau bisa juga langsung memutuskan untuk pergi.

Contoh lain, ketika kita belanja di salah satu warung yang mana penjualnya galakkan, jutek bahkan melayani dengan tidak mengenakkan pembeli. Yakin bakal tetep belanja disitu lagi? 
Ngga kan.

Gitu juga dengan hidup di lingkungan, entah di kampus atau di masyarakat. 
Ketika kita tinggal di rumah sewaan yang mana tetangganya tidak mengerti arti toleransi dan tidak aware dengan adanya manusia lain, pasti bakal ngga enak banget tinggal disitu. Bawaannya ngga betah dan kepengen segera pindah.

Waktu kita kuliah dan ketemu teman yang ngga mengenakkan, ya bawaannya pasti ngga kepengen dekat-dekat. Bukan memutus hubungan dan tak ingin mentoleransi perbedaan itu, tapi nalurinya manusia seperti itu. Paling tidak ia akan mengurangi intensitas bergaulnya atau bertemu dengan orang tersebut.

Sama seperti ketika kita masuk kedalam organisasi yang nyatanya tidak terlalu "welcome" ke kita, ya paling ngga ada rasa segan buat ngumpul bareng.

Kalau ada yang bilang:
Organisasi kan isinya bukan hanya satu warna, organisasi itu adalah tempatnya ribuan warna yang bersatu untuk mewujudkan tujuan organisasinya.

Ya emang gitu kan seharusnya. Tapi aku ngga bisa menutupi juga kalau menyatukan perbedaan itu ngga mudah. Sulit. Ada yang gini tapi yang lain gitu, ada yang ke kiri tapi yang lain ke kanan. Walaupun se-riweuh itu, sesulit itu, asalkan semuanya mau terbuka dan menerima semua hal itu, pasti ngga bakal sesulit itu juga. Bakal asyik malahan. Karna warna pelangi lebih baik daripada hanya sekedar abu-abu.

Bayangkan aja, ketika diskusi berjalan dengan "nyaman", semua orang pasti ikut mencurahkan pikirannya karena manusia akan merasakan keterbukaan itu dan akhirnya berani mengeluarkan pendapat.

Tapi, ketika diskusi itu tidak se-meng-enakkan seharusnya, sudah jadi nalurinya manusia akan memilih mendengarkan daripada membuat asap. 
Namun sayangnya, hampir banyak diskusi saat ini yang terfokus hanya untuk mencari jalan keluar permasalahan hingga mengesampingkan kenyamanan anggota diskusi untuk mengeluarkan aspirasi lainnya.

Banyak orang mengesampingkan masalah kenyamanan. Seperti yang sudah aku singgung diatas kalau manusia itu menyesuaikan diri dengan barometer "perasaan". Jadi kalau manusia itu sudah merasa tidak nyaman, jangankan untuk berdiskusi, hanya untuk berkumpul-pun ia akan enggan. 
Benar?

Harusnya, kita semua bisa menciptakan suasana lingkungan yang nyaman bukan hanya untuk diri kita tapi juga orang lain, terlebih ketika ini berhubungan dengan banyak orang. Seperti organisasi misalnya.

Orang-orang yang sudah banyak berorganisasi harusnya paham dan mengerti tentang ini. Di organisasi pasti diajarkan bagaimana caranya mengalah, mendengarkan orang lain, dan meredam keegoisan, kalau tidak lewat materi paling tidak pasti diajarkan lewat kejadian-kejadiannya. 

Jadi, sudah sepantasnya dan seharusnya lah kalau mereka ini kental dengan yang namanya toleransi dan keterbukaan.

Namun, pertanyaannya, apakah yakin semua orang ataupun organisasi itu bisa mendatangkan arti toleransi dan keterbukaan secara nyata?

Sama halnya dengan organisasi terkecil, keluarga misalnya. Ketika ibu bapaknya sibuk kerja, melihat dan memerhatikan anak seadanya saja. Apa yakin ada ikatan yang kuat diantara mereka selain hanya darah?
Apa akan tercipta suasana keluarga yang sebenar-benarnya?

Bayangkan saja, ketika ibu bapaknya suka bertengkar, membuat suasana rumah panas, apa anak-anak akan betah tinggal? Ngga.

Pasti mereka akan keluar dan mencari hal lain yang lebih menyenangkan diri mereka.

Sudah lumrahnya manusia ini mencari ketenangan dan kenyamanan dalam hidup. Mana ada orang suka tinggal di kandang pertikaian.

Makanya, ketika ada manusia yang beranjak pergi meninggalkan sesuatu hal, jangan salahkan manusianya. Itu sudah tabiatnya, sudah nalurinya mencari kenyamanan.
Lihat dan analisa lah "tempatnya" dulu apakah men-support atau memang mendukung keputusannya?!

Jangan kambing hitamkan perasaannya, kita juga seperti itu. Hanya saja perasaan setiap orang itu berbeda tergantung orang dan bagaimana ia dididik selama ia hidup.

Kalau kalian bisa santuy tinggal dengan orang yang urak-urakan, dan yang lain tidak. Jangan salahkan orang lain dan sikap toleransinya. Kita tumbuh dengan cara uang berbeda dan sudah pasti akan membentuk pemikiran yang beda pula.

Bijaklah.

Rasa nyaman itu pantas untuk dicari. 

You May Also Like

0 comments

Notes ~

The more you love, the more you suffer (V. V. Gogh)

Report Abuse